KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah Geologi tentang Sifat Mekanik Batuan dan Sifat
Massa Batuan.
Adapun makalah ilmiah Geologi tentang Sifat Mekanik
Batuan dan Sifat Massa Batuan ini telah kami usahakan semaksimal mungkin
dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar
sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi
lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin member saran dan kritik kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah Geologi ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah
Geologi tentang Sifat Mekanik Batuan dan Sifat Massa Batuan ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.
Surabaya, 23 APRIL 2013
Penyusun
i
DAFTAR
ISI
Halaman Judul..........................................................................................................................i
Kata
Pengantar...............................................................................................................................ii
Daftar
Isi......................................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.latar Belakang
Masalah...............................................................................................................1
B. Teori
Dasar.................................................................................................................................1
a. Uji Kuat Tekan Uniaksial ...............................................................................................2
1. Kuat Tekan
Batuan..........................................................................................................2
2. Modolus Young...............................................................................................................2
3. Nisbah Poisson................................................................................................................3
B. Uji Kuat Tarik Tak Langsung.........................................................................................4
1. Uji Kecepatan Rambat Gelombang Ultrasonik............................................................5
2. Ukuran butir dan bobot isi...........................................................................................5
Rumusan
Masalah............................................................................................................................6
Tujuan..............................................................................................................................................6
BAB 2
PEMBAHASAN..................................................................................................................7
PENUTUP.....................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mekanika batuan adalah salah cabang
disiplin ilmu geomekanika. Mekanika batuan merupakan ilmu yang mempelajari
sifat-sifat mekanik batuan dan massa batuan. Hal ini menyebabkan mekanika
batuan memiliki peran yang dominan dalam operasi penambangan, seperti pekerjaan
penerowongan, pemboran, penggalian, peledakan dan pekerjaan lainnya.
Sehingga untuk mengetahui sifat
mekanik batuan dan massa batuan dilakukan berbagai macam uji coba baik itu
dilaboratorium maupun dilapangan langsung atau secara insitu.
Untuk mengetahui sifat mekanik
batuan dilakukan beberapa percobaan seperti uji kuat tekan uniaksial, uji kuat
tarik, uji triaksial dan uji tegangan insitu.
Mekanika batuan sendiri mempunyai
karakteristik mekanik yang diperoleh dari penelitian ini adalah kuat tekan
batuan (σt), kuat tarik batuan (σc ), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v),
selubung kekuatan batuan (strength envelope), kuat geser (Ï„), kohesi (C), dan
sudut geser dalam (φ).
Masing-masing karakter mekanik
batuan tersebut diperoleh dari uji yang berbeda. Kuat tekan batuan dan Modulus
Young diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial. Pada penelitian ini nilai kuat
tekan batuan dan Modulus Young diambil dari nilai rata-rata hasil pengujian
lima contoh batuan. Untuk kuat tarik batuan diperoleh dari uji kuat tarik tak
langsung (Brazillian test). Sama dengan uji kuat tekan uniaksial, uji kuat
tarik tak langsung menggunakan lima contoh batuan untuk memperoleh kuat tarik rata-rata.
Sedangkan selubung kekuatan batuan, kuat geser, kohesi, dan sudut geser dalam
diperoleh dari pengujian triaksial konvensional dan multitahap.
Selain mengamati sifat mekanik atau
dinamik dari batuan dalam praktikum ini juga akan diamati sifat fisik batuan
tersebut, dengan mengamati bobot dan masa jenisnya dalam beberapa keadaan.
1
B.
Teori Dasar
A.
Uji Kuat Tekan Uniaksial ( UCS )
Penekanan uniaksial terhadap contoh
batuan selinder merupakan uji sifat mekanik yang paling umum digunakan. Uji
kuat tekan uniaksial dilakukan untuk menentukan kuat tekan batuan (σt ),
Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v) , dan kurva tegangan-regangan. Contoh
batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani sampai runtuh. Perbandingan
antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai
2,5 dengan luas permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus
terhadap sumbu aksis contoh batuan. Dari hasil pengujian akan didapat beberapa
data seperti:
1.
Kuat Tekan
Batuan (σc)
Tujuan utama uji kuat tekan
uniaksial adalah untuk mendapatkan nilai kuat tekan dari contoh batuan. Harga
tegangan pada saat contoh batuan hancur didefinisikan sebagai kuat tekan
uniaksial batuan dan diberikan oleh hubungan :
σc = F
A
Keterangan :
σc = Kuat tekan uniaksial batuan
(MPa)
F = Gaya yang bekerja
pada saat contoh batuan hancur (kN)
A = Luas penampang awal
contoh batuan yang tegak lurus arah gaya (mm)
2.
Modulus Young ( E )
Modulus Young atau modulus
elastisitas merupakan faktor penting dalam mengevaluasi deformasi batuan pada
kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai modulus elastisitas batuan bervariasi
dari satu contoh batuan dari satu daerah geologi ke daerah geologi lainnya
karena adanya perbedaan dalam hal formasi batuan dan genesa atau mineral
pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi oleh tipe batuan, porositas,
ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus elastisitas akan lebih besar
nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan daripada diukur sejajar arah
perlapisan (Jumikis, 1979).
2
Modulus elastisitas dihitung dari
perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial. Modul elastisitas
dapat ditentukan berdasarkan persamaan :
Е= Δσ………………………………………………………………………………………..(2.2)
Δεa
Keterangan:
E = Modulus elastisitas (MPa)
Δσ. = Perubahan
tegangan (MPa)
Δεa = Perubahan regangan aksial (%)
Terdapat tiga cara yang dapat
digunakan untuk menentukan nilai modulus elastisitas
yaitu :
- Tangent Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara
tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap
dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan
uniaksial.
- Average Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara
tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung pada bagian linier
dari kurva tegangan- tegangan.
- Secant Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara
tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis
lurus dari tegangan nol ke suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada
persentase yang tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari
nilai kuat tekan uniaksial.
3.
Nisbah Poisson ( Poisson Ratio )
Nisbah Poisson didefinisikan sebagai
perbandingan negatif antara regangan lateral dan regangan aksial. Nisbah
Poisson menunjukkan adanya pemanjangan ke arah lateral (lateral expansion)
akibat adanya tegangan dalam arah aksial. Sifat mekanik ini dapat ditentukan
dengan persamaan :
V = – ε l
………………………………………………………………………………………..(2.3)
3
Keterangan:
V = Nisbah Poisson
ε l = regangan lateral
(%)
εa= regangan aksial
(%)
Pada uji kuat tekan uniaksial
terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada saat runtuh. Tipe pecah contoh
batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh batuan dan kualitas permukaan
contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan permukaan alat penekan saat
pembebanan.
Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa
uji kuat tekan uniaksial menghasilkan tujuh tipe pecah, yaitu :
a. Cataclasis
b. Belahan arah aksial (axial
splitting)
c. Hancuran kerucut (cone runtuh)
d. Hancuran geser (homogeneous
shear)
e. Hancuran geser dari sudut ke
sudut (homogeneous shear corner to corner)
f. Kombinasi belahan aksial
dan geser (combination axial dan local shear)
g. Serpihan mengulit bawang dan
menekuk (splintery union-leaves and buckling)
B. Uji Kuat Tarik Tak Langsung ( Brazilian Test )
Sifat mekanik batuan yang diperoleh
dari uji ini adalah kuat tarik batuan (σt).
Ada dua metode yang dapat
dipergunakan untuk mengetahui kuat tarik contoh batuan di laboratorium, yaitu
metode kuat tarik langsung dan metode kuat tarik tak langsung. Metode kuat
tarik tak langsung merupakan uji yang paling sering digunakan. Hal
ini disebabkan uji ini lebih mudah dan murah daripada uji kuat
tarik langsung. Salah satu uji kuat tarik tak langsung adalah Brazilian
test.Pada uji brazilian, kuat tarik batuan dapat ditentukan berdasarkan
persamaan:
σt= 2.F…………………………………………………………………………………….(2.4)
Ï€.D.L
4
Keterangan :
σt = Kuat tarik
batuan (MPa)
F = Gaya maksimum yang dapat
ditahan batuan (KN)
D = Diameter contoh batuan (mm)
L = Tebal batuan (mm)
- Uji Kecepatan Rambat Gelombang Ultrasonik
Uji kecepatan rambat gelombang
ultrasonik dilakukan untuk menentukan cepat rambat gelombang ultrasonik yang
merambat melalui contoh batuan. Pada uji ini, waktu tempuh gelombang primer
yang merambat melalui contoh batuan diukur dengan menggunakan Portable Unit
Non-destructive Digital Indicated Tester (PUNDIT). Kecepatan rambat gelombang
primer ditentukan melalui persamaan 2.5.
Vp= L ………………………………………………………………………………………….(2.5)
tp
Keterangan:
L = panjang contoh
batuan yang diuji (m)
Vt= waktu tempuh
gelombang ultrasonik primer (detik)
tp = cepat rambat
primer atau tekan (m/detik)
Cepat rambat gelombang ultrasonik
yang merambat di dalam batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: ukuran
butir dan bobot isi, porositas dan kandungan air, temperature kehadiran bidang
lemah.
2.
Ukuran butir dan bobot isi
Batuan yang memiliki ukuran butir
halus atau kecil memiliki cepat rambat gelombang lebih besar daripada batuan
dengan ukuran butir kasar atau besar. Hal ini disebabkan karena batuan berbutir
kasar akan memberikan ruang kosong antar butir lebih besar dibandingkan batuan
berbutir halus. Ruang kosong inilah yang menyebabkan cepat rambat gelombang
menurun karena tidak ada media perambatannya. Sama halnya dengan ukuran butir,
batuan berbutir halus memiliki bobot isi yang lebih padat dibandingkan batuan
berbutir kasar. Karena kerapatan antar butir yang tinggi dan sedikitnya ruang
kosong yang dimiliki batuan. Oleh karena itu, batuan yang memiliki bobot isi tinggi
memiliki cepat rambat gelombang yang tinggi.
5
RUMUSAN
MASALAH
Bagaimana
menentukan rumus sifat massa batuan?
Bagaimana
menentukan rumus sifat mekanik batuan ?
TUJUAN
Di dalam geoteknik, klasifikasi massa batuan yang pertama diperkenalkan
sekitar 60 tahun yang lalu yang ditujukan untuk terowongan dengan penyanggaan
menggunakan penyangga baja. Kemudian klasifikasi dikembangkan untuk penyangga
non-baja untuk terowongan, lereng, dan pondasi. 3 pendekatan desain yang biasa
digunakan untuk penggalian pada batuan yaitu: analitik, observasi, dan empirik.
Salah satu yang paling banyak digunakan adalah pendekatan desain dengan
menggunakan metode empiric.
Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang
timbul di lapangan secara cepat dan tidak ditujukan untuk mengganti studi
analitik, observasi lapangan, pengukuran, dan engineering judgement.
Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah untuk:
• Mengidentifikasi parameter-parameter yang mempengaruhi kelakuan/sifat massa
batuan.
• Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai kesamaan sifat
dan kualitas.
• Menyediakan pengertian dasar mengenai sifat karakteristik setiap kelas massa
batuan.
• Menghubungkan berdasarkan pengalaman kondisi massa batuan di suatu tempat
dengan kondisi massa batuan di tempat lain.
• Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk desain teknik.
• Menyediakan dasar acuan untuk komuniukasi antara geologist dan engineer.
Keuntungan dari digunakannya klasifikasi massa batuan:
• Meningkatkan kualitas penyelidikan lapangan berdasarkan data masukan sebagai
parameter klasifikasi.
• Menyediakan informasi kuantitatif untuk tujuan desain.
• Memungkinkan kebijakan teknik yang lebih baik dan komunikasi yang lebih
efektif pada suatu proyek.
Dikarenakan kompleknya suatu massa batuan, beberapa penelitian berusaha
untuk mencari hubungan antara desain galian batu dengan parameter massa batuan.
Banyak dari metode-metode tersebut telah dimodifikasi oleh yang lainnya dan
sekarang banyak digunakan untuk penelitian awal atau bahkan untuk desain akhir.
Beberapa klasifikasi massa batuan yang dikenal saat ini adalah:
6
1. Metode klasifikasi beban batuan (rock load)
2. Klasifikasi stand-up time
3. Rock Quality Designation (RQD)
4. Rock Structure Rating (RSR)
5. Rock Mass Rating (RMR)
6. Q-system
2. Metode klasifikasi beban batuan (rock load)
Metode ini diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946. Merupakan
metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain
terowongan dengan penyangga baja. Metode ini telah dipakai secara berhasil di
Amerika selama kurun waktu 50 tahun. Akan tetapi pada saat ini metode ini sudah
tidak cocok lagi dimana banyak sekali terowongan saat ini yang dibangun dengan
menggunakan penyangga beton dan rockbolts.
3. Klasifikasi Stand-up time
Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958. Dasar dari metode ini adalah
bahwa dengan bertambahnya span terowongan akan menyebabkan berkurangnya waktu
berdirinya terowongan tersebut tanpa penyanggaan. Metode ini sangat berpengaruh
terhadap perkembangan klasifikasi massa batuan selanjutnya. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap stand-up time adalah: arah sumbu terowongan, bentuk
potongan melintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.
4. Rock Quality Designation (RQD)
RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan pada
penghitungan persentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih.
Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung
walaupun mempunyai panjang lebih dari 10cm. Diameter inti optimal yaitu 47.5mm.
Nilai RQD ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan penyanggaan terowongan.
Saan ini RQD sebagai parameter standar dalam pemerian inti pemboran dan
merupakan salah satu parameter dalam penentuan klasifikasi massa batuan RMR
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Porositas dan kandungan air
Porositas merupakan banyaknya rongga
dalam suatu batuan terhadap volume keseluruhan. Jadi semakin tinggi nilai
porositas akan menunjukan semakin banyak rongga atau ruang kosong di dalam
batuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi porositas maka cepat
rambat gelombang akan semakin kecil. Kandungan air dalam batuan yang cenderung
berpori akan merubah kecepatan rambat gelombang di dalam batuan tersebut. Pada
nilai porositas tertentu, kecepatan rambat gelombang akan bertambah besar
karena terjadinya peningkatan derajat
7
kejenuhan air. Hal ini terjadi
karena kecepatan rambat gelombang di dalam air jauh lebih besar dari di udara.
2.Temperatur
Kecepatan rambat gelombang
ultrasonik juga diperngaruhi. Temperatur tinggi
pada saat pengujian akan menurunkan
cepat rambat gelombang yang merambat
melalui contoh batuan.
3. Kehadiran bidang lemah
Bidang lemah yang berada didalam
batuan akan mempengaruhi cepat rambat gelombang ultrasonik. Bidang lemah yang
merupakan bidang batas antara dua permukaan akan menhadirkan ruang kosong
berisi udara. Ruang kosong ini akan memperlambat cepat rambat gelombang
ultrasonik. Dengan demikian, kehadiran bidang lemah akan menurunkan cepat
rambat gelombang yang merambat melalui batuan.
- Pengujian Point Load ( Point Load Test )
Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui kekuatan ( strength ) dari percontoh batu secara tidak langsung
dilapangan. Percontoh batuan dapat berbentuk silinder.
Peralatan yang digunakan mudah
dibawa-bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan. Pengujian cepat, sehingga
dapat diketahui kekuatan datuan dilapangan, sebelum pengujian dilaboratorium
dilakukan.
Dari pengujian ini didapat :
Is = P
D2
Dimana : Is = Point load strength
index ( Index Franklin )
P = Beban maksimum sampai percontoh
pecah
D = Jarak antara dua konus penekan
Hubungan antara index franklin (Is)
dengan kuat tekan (σt) menurut BIENIAWSKI sebagai berikut:
8
σc = 18 – 23 Is untuk
diameter percontoh = 50 mm. Jika Is = 1 MPa maka index tersebut tidak lagi
mempunyai arti sehingga disarankan untuk menggunakan pengujian lain dalam
penentuan kekuatan ( strength ) batuan.
Uji triaxial
Tujuan utama uji triaksial adalah
untuk menentukan kekuatan batuan padakondisi pembebanan triaksial melalui
persamaan kriteria keruntuhan. Kriteria keruntuhan yang sering digunakan dalam
pengolahan data uji triaksial adalah criteria Mohr-Coulomb. Hasil pengujian triaksial
kemudian diplot kedalam kurva Mohr- Coulomb sehingga dapat ditentukan
parameter-parameter kekuatan batuan sebagai berikut:
- Strength envelope (kurva intrinsik)
- Kuat geser (Shear strength)
- Kohesi (C)
- Sudut geser dalam (φ)
Pada pengujian triaksial, contoh
batuan dimasukkan kedalam sel triaksial, diberi tekanan pemampatan (σ3),
dan dibebani secara aksial (σ1), sampai runtuh. Pada uji ini,
tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan (σ3= σ1).
Alat uji triaksial yang digunakan
merupakan merujuk pada alat triaksial yang dikembangkan oleh Von Karman pada
tahun 1911 (Gambar 2.4). Di dalam apparatus ini, tekanan fluida berfungsi
sebagai tekanan pemampatan (σ3 ) yang diberikan kepada contoh
batuan. Fluida dialirkan dengan menggunakan pompa hidraulik dan dijaga agar
selalu konstan.
Pada mulanya, beban aksial merupakan
instrumen utama yang mengendalikan uji ini. Namun dengan perkembangan teknologi
masa kini sudah memungkinkan untuk mengendalikan uji ini melalui kontrol beban
atau deformasi yang dialami contoh batuan, bahkan dengan menggunakan katup
servo, regangan aksial dan tekanan pori dapat juga diatur besarnya. Untuk
penelitian ini, digunakan mesin tekan Control seri 85060715 CAT C25/B tanpa
katup servo.
9
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji Triaksial
1. Tekanan pemampatan
Tekanan pemampatan merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi dalam uji triaksial. Besarnya tegangan aksial pada
saat contoh batuan runtuh saat pengujian triaksial selalu lebih besar daripada
tegangan aksial saat contoh batuan runtuh pada pengujian kuat tekan uniaksial.
Hal ini disebabkan karena adanya penekanan (pemampatan) dari arah lateral dari
sekeliling contoh batuan pada uji triaksial. Berbeda pada pengujian kuat tekan
uniaksial, tekanan pemampatannya adalah nol (zero confining pressure), sehingga
tegangan aksial batuan lebih kecil. Berdasarkan penelitian Von Karman (1911)
pada batuan marbel Carrara dapat dilihat dengan adanya tekanan pemampatan pada
contoh batuan mengakibatkan kenaikan tekanan aksial dan bersifat lebih ductile.
Gambar 2.5 menunjukkan semakin tingginya tegangan puncak (peak) jika tekanan
pemampatannya semakin besar.
2. Tekanan pori
Dari penelitian Schwartz pada tahun
1964 yang mempelajari tentang tekanan pori pada uji triaksial terhadap batuan
sandstone (lihat Gambar 2.6). Dapat disimpulkan bahwa naiknya tekanan pori akan
menurunkan kekuatan batuan.
3. Temperatur
Secara umum, kenaikan temperatur
menghasilkan penurunan kuat tekan batuan dan membuat batuan semakin ductile.
Gambar 2.7 menunjukkan kurva tegangan diferensial (deviatoric stress,
σ3-σ1) –
regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500 MPa dan pada
temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur kamar, sifat batuan adalah
brittle, tetapi pada temperatur 800 0C batuan hampir seluruhnya
ductile. Efek temperatur terhadap tegangan diferensial saat runtuh untuk setiap
tipe batuan adalah berbeda. Pada penelitian ini, pengaruh temperature
diabaikan.
4. Laju deformasi
Kenaikan laju deformasi secara umum
akan menaikkan kuat tekan batuan. Hal ini terbukti dari penelitian-peneliatian
terdahulu. Pada tahun 1961, Serdengecti dan Boozer melakukan penelitian tentang
pengaruh kenaikan laju deformasi pada uji triaksial. Dari penelitian mereka
pada batuan limestone dan gabbro solenhofen.
10
4. Bentuk dan Dimensi contoh batuan
Bentuk contoh batuan pengujian
triaksial sama seperti uji kuat tekan uniaxial bentuk silinder.
Semakin bertambahnya ukuran contoh
batuan, kemungkinan tiap contoh batuan dipengaruhi oleh bidang lemah akan
semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar contoh batuan yang akan diuji,
kekuatan contoh batuan tersebut akan berkurang.
Variasi perbandingan panjang
terhadap diameter contoh batuan ( /d) diketahui akan mempengaruhi kekuatan
contoh batuan. Kekuatan contoh batuan akan menurun seiring dengan menaiknya
perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Mogi pada tahun 1962.
Menurut ISRM (1972) untuk contoh
batuan pada uji triaksial dan kuat tekan uniaksial, perbandingan antara tinggi
dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan
area permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap
sumbu aksis contoh batuan.
5. Tipe Deformasi Batuan pada Uji
Triaksial
Secara garis besar tipe deformasi
yang terjadi saat contoh batuan runtuh dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu
brittle fracture dan ductile fracture. Serdengecti dan Boozer menyebutkan bahwa
brittle fracture terjadi pada tekanan pemampatan yang rendah, temperatur yang
rendah dan laju deformasi yang besar. Sebaliknya, ductile fracture lebih sering
terjadi pada tekanan pemampatan yang tinggi, temperatur yang tinggi dan laju
deformasi yang rendah (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974).
Griggs & Handin (1960)
menjelaskan deformasi makroskopik yang dialami
batuan pada tekanan pemampatan yang
tinggi dalam uji triaksial. Mereka mendapati
lima tipe deformasi yang terjadi
yang dialami contoh batuan saat diberi tekanan
pemampatan yang tinggi dalam uji
triaksial tersebut (lihat Gambar 2.9).
Tipe 1 menunjukkan deformasi brittle
yang ditandai oleh bentuk runtuh atau pecah yang berupa splitting. Splitting
dianggap sebagai rekahan yang sejajar terhadap arah gaya tekan aksial yang
mengindikasikan lepasnya ikatan antarbutir dalam contoh batuan karena tarikan.
Tipe 2 masih menunjukkan deformasi
brittle, sudah terlihat adanya deformasi plastis sebelum contoh batuan runtuh
(seiring dengan naiknya tekanan pemampatan). Belahan yang berbentuk kerucut
dengan arah aksial menunjukkan terjadinya tegangan kompresif, sedangkan belahan
kerucut akan memiliki arah lateral ketika terjadi tegangan tarik.
11
Tipe 3 sudah mulai menunjukkan
transisi dari brittle ke ductile. Penambahan tekanan pemampatan menyebabkan
contoh batuan runtuh in shear. Shear runtuh terjadi ketika butiran yang terikat
berpindah sepanjang bidang geser. Proses ini terjadi secara perlahan dari
tarikan (tension) dan berakhir dengan geseran (shear).
Karena tekanan pemampatan semakin
naik, contoh batuan mulai terdeformasi secara ductile (laju deformasi semakin
menurun) dan contoh batuan sudah mulai bersifat plastis (tipe 4). Apabila
tekanan pemampatan dinaikkan kembali, contoh batuan akan bersifat sangat
plastis dan akan sukar untuk mendapatkan kekuatan puncaknya (tipe 5).
Di dalam geoteknik, klasifikasi massa batuan yang pertama diperkenalkan
sekitar 60 tahun yang lalu yang ditujukan untuk terowongan dengan penyanggaan
menggunakan penyangga baja. Kemudian klasifikasi dikembangkan untuk penyangga
non-baja untuk terowongan, lereng, dan pondasi. 3 pendekatan desain yang biasa
digunakan untuk penggalian pada batuan yaitu: analitik, observasi, dan empirik.
Salah satu yang paling banyak digunakan adalah pendekatan desain dengan
menggunakan metode empiric.
Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang
timbul di lapangan secara cepat dan tidak ditujukan untuk mengganti studi
analitik, observasi lapangan, pengukuran, dan engineering judgement.
Di dalam geoteknik, klasifikasi massa batuan yang pertama diperkenalkan
sekitar 60 tahun yang lalu yang ditujukan untuk terowongan dengan penyanggaan
menggunakan penyangga baja. Kemudian klasifikasi dikembangkan untuk penyangga
non-baja untuk terowongan, lereng, dan pondasi. 3 pendekatan desain yang biasa
digunakan untuk penggalian pada batuan yaitu: analitik, observasi, dan empirik.
Salah satu yang paling banyak digunakan adalah pendekatan desain dengan
menggunakan metode empiric.
Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang
timbul di lapangan secara cepat dan tidak ditujukan untuk mengganti studi
analitik, observasi lapangan, pengukuran, dan engineering judgement.
Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah untuk:
• Mengidentifikasi parameter-parameter yang mempengaruhi kelakuan/sifat massa
batuan.
• Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai kesamaan sifat
dan kualitas.
• Menyediakan pengertian dasar mengenai sifat karakteristik setiap kelas massa
batuan.
• Menghubungkan berdasarkan pengalaman kondisi massa batuan di suatu tempat
dengan kondisi massa batuan di tempat lain.
• Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk desain teknik.
• Menyediakan dasar acuan untuk komuniukasi antara geologist dan engineer.
12
Keuntungan dari digunakannya klasifikasi massa batuan:
• Meningkatkan kualitas penyelidikan lapangan berdasarkan data masukan sebagai
parameter klasifikasi.
• Menyediakan informasi kuantitatif untuk tujuan desain.
• Memungkinkan kebijakan teknik yang lebih baik dan komunikasi yang lebih
efektif pada suatu proyek.
Dikarenakan kompleknya suatu massa batuan, beberapa penelitian berusaha
untuk mencari hubungan antara desain galian batu dengan parameter massa batuan.
Banyak dari metode-metode tersebut telah dimodifikasi oleh yang lainnya dan
sekarang banyak digunakan untuk penelitian awal atau bahkan untuk desain akhir.
Beberapa klasifikasi massa batuan yang dikenal saat ini adalah:
1. Metode klasifikasi beban batuan (rock load)
2. Klasifikasi stand-up time
3. Rock Quality Designation (RQD)
4. Rock Structure Rating (RSR)
5. Rock Mass Rating (RMR)
6. Q-system
2. Metode klasifikasi beban batuan (rock load)
Metode ini diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946. Merupakan
metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain
terowongan dengan penyangga baja. Metode ini telah dipakai secara berhasil di
Amerika selama kurun waktu 50 tahun. Akan tetapi pada saat ini metode ini sudah
tidak cocok lagi dimana banyak sekali terowongan saat ini yang dibangun dengan
menggunakan penyangga beton dan rockbolts.
3. Klasifikasi Stand-up time
Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958. Dasar dari metode ini adalah
bahwa dengan bertambahnya span terowongan akan menyebabkan berkurangnya waktu
berdirinya terowongan tersebut tanpa penyanggaan. Metode ini sangat berpengaruh
terhadap perkembangan klasifikasi massa batuan selanjutnya. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap stand-up time adalah: arah sumbu terowongan, bentuk
potongan melintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.
4. Rock Quality Designation (RQD)
RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan pada
penghitungan persentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih. Dalam
hal ini, inti terambil yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung
walaupun mempunyai panjang lebih dari 10cm. Diameter inti optimal yaitu 47.5mm.
Nilai RQD ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan penyanggaan terowongan.
Saan ini RQD sebagai parameter standar dalam pemerian inti pemboran dan
merupakan salah satu parameter dalam penentuan klasifikasi massa batuan RMR dan
Q-system
13
RQD didefinisikan sebagai:
Berdasarkan nilai RQD massa batuan diklasifikasikan sebagai:
RQD Kualitas massa batuan
< 25% Sangat jelek
25 – 50% Jelek
50 – 75% Sedang
75 – 90% Baik
90 – 100% Sangat baik
Walaupun metode penghitungan dengan RQD ini sangat mudah dan cepat, akan
tetapi metode ini tidak memperhitung factor orientasi bidang diskontinu,
material pengisi, dll, sehingga metode ini kurang dapat menggambarkan keadaan
massa batuan yang sebenarnya.
5. Rock Structure Rating (RSR)
RSR diperkenalkan pertama kali oleh Wickam, Tiedemann dan Skinner pada tahun
1972 di AS. Konsep ini merupakan metode kuantitatif untuk menggambarkan
kualitas suatu massa batuan dan menentukan jenis penyanggaan di terowongan.
Motode ini merupakan metode pertama untuk menentukan klasifikasi massa batuan
yang komplit setelah diperkenalkannya klasifikasi massa batuan oleh Terzaghi
1946.
Konsep RSR ini selangkah lebih maju dibandingkan konsep-konsep yang ada
sebelumnya. Pada konsep RSR terdapat klasifikasi kuantitatif dibandingkan
dengan Terzaghi yang hanya klasifikasi kulitatif saja. Pada RSR ini juga
terdapat cukup banyak parameter yang terlibat jika dibandingkan dengan RQD yang
hanya melibatkan kualitas inti terambil dari hasil pemboran saja. Pada RSR ini
juga terdapat klasifikasi yang mempunyai data masukan dan data keluaran yang
lengkap tidak seperti Lauffer yang hanya menyajikan data keluaran yang berupa
stand-up time dan span.
RSR merupakan penjumlahan rating dari parameter-parameter pembentuknya yang
terdiri dari 2 katagori umum, yaitu:
• Parameter geoteknik; jenis batuan, pola kekar, arah kekar, jenis bidang
lemah, sesar, geseran, dan lipatan, sifat material; pelapukan, dan alterasi.
• Parameter konstruksi; ukuran terowongan, arah penggalian, metode penggalian
RSR merupakan metode yang cukup baik untuk menentukan penyanggaan dengan
penyangga baja tetapi tidak direkomendasikan untuk menentukan penyanggaan
dengan penyangga rock bolt dan beton.
14
6. Rock Mass Rating (RMR)
Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang disebut
Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating (RMR).
Setelah bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini telah mengalami
penyesuaian dikarenakan adanya penambahan data masukan sehingga Bieniawski
membuat perubahan nilai rating pada parameter yang digunakan untuk penilaian
klasifikasi massa batuan tersebut. Pada penelitian ini, klasifikasi massa
batuan yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan versi tahun 1989
(Bieniawski, 1989). 6 Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan
menggunakan Sistim RMR yaitu:
1. Kuat tekan uniaxial batuan utuh.
2. Rock Quality Designatian (RQD).
3. Spasi bidang dikontinyu.
4. Kondisi bidang diskontinyu.
5. Kondisi air tanah.
6. Orientasi/arah bidang diskontinyu.
Pada penggunaan sistim klasifikasi ini, massa batuan dibagi kedalam daerah
struktural yang memiliki kesamaan sifat berdasarkan 6 parameter di atas dan
klasifikasi massa batuan untuk setiap daerah tersebut dibuat terpisah. Batas
dari daerah struktur tersebut biasanya disesuaikan dengan kenampakan perubahan
struktur geologi seperti patahan, perubahan kerapatan kekar, dan perubahan
jenis batuan. RMR ini dapat digunakan untuk terowongan. lereng, dan pondasi.
7. Q-system
Q-system diperkenalkan oleh Barton et al pada tahun 1974. Nilai Q didefinisikan
sebagai:
Dimana:
RQD adalah Rock Quality Designation
Jn adalah jumlah set kekar
Jr adalah nilai kekasaran kekar
Ja adalah nilai alterasi kekar
Jw adalah faktor air tanah
SRF adalah faktor berkurangnya tegangan
• RQD/Jn merepresentasikan struktur massa batuan
• Jr/Ja merepresentasikan kekasaran dan karakteritik gesekan diantara bidang
kekar stsu material pengisi
• Jw/SRF merepresentasikan tegangan aktif yang bekerja
• Berdasarkan nilai Q kemudian dapat ditentukan jenis penyanggaan yang
dibutuhkan untuk terowongan.
dan Q-system
15
I.
Sifat
Mekanik Batuan
Kadar
air
Kadar air adalah perbandingan antara berat air dengan berat total dari batuan
Adsorbsi
Adsorbsi secara umum adalah proses pengumpulan substansi terlarut yang ada
dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap dimana terjadi suatu
ikatan kimia fisik antara substansi dengan zat penyerap
PENENTUAN NILAI POROSITAS,DENSITAS, KADAR AIR,DAN ADSORBSI BATUAN
Penentuan porositas dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu :
1.
Analisa
secara langsung (analisa core)
Besarnya nilai porositas dapat dicari dilaboratorium yang dapat ditentukan
secara lebih teliti dengan menggunakan Porosimeter
dan Mercury Injection Pump10).
2. Analisa secara tidak langsung (analisa logging).
Untuk menentukan porositas secara tidak langsung (analisa]logging) ditentukan
dengan menggunakan data log sumuran yaitu menggunakan Log Sonik (untuk batuan
keras dan unconsolidated atau kompak), Log Densitas (untuk semua formasi,
tetapi pada prinsipnya dalam batuan yang kurang unconsolidated dan batuan
shaly) dan Neutron Log7). Untuk menghitung Porositas Sonik dari analisis log sonic
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut7) :
Densitas
Densitas batuan10) adalah berat jenis dari batuan yang dinyatakan dalam pound
per cubic feet atau kilonewton per cubic meter. Specific gravity suatu padatan
(SG) adalah perbandingan densitas padatan dengan densitas air, yang
diperkirakan mendekati 1 gram-force/cm3 (9.8 kN/m3 atau 0.01 MN/m3). Metode
pengukuran densitas terbagi menjadi dua cara, yaitu :
1. Penentuan densitas di laboratorium.
Densitas dibedakan menjadi 3, yaitu : bobot isi asli (natural density) dan
bobot isi kering (dry density) dan bobot isi jenuh (saturated density). Dalam
penentuan densitas di laboratorium10), digunakan persamaan-persamaan sebagai
berikut :
2. Penentuan densitas dengan log sumuran.
Cara menentukan densitas batuan dari pembacaan log densitas adalah dengan
menganalisis defleksi kurva pada log densitas dalam satuan gr/cc. Dari defleksi
kurva pada log densitas itu dapat diketahui besarnya bulk density masing-masing
batuan.
a) Porositas
Porositas (f) merupakan perbandingan antara ruang kosong (pori-pori) dalam
batuan dengan volume total batuan yang
diekspresikan di dalam prosentase (%). Secara matematik, porositas dinyatakan
sebagai berikut10) :
Penentuan kadar air
(ASTM D 5220) Standar ini membahas mengenai tata cara penentuan kadar air
batuan dengan penduga neutron, metode pemeriksaan dan kalibrasi pencacahan
untuk kurva rujukan. Tata cara penentuan kadar air batuan dengan penduga
neutron ini : a. Sebagai suatu teknik yang cepat dalam menguji kadar air batuan
di tempat secara tidak langsung pada kedalaman tertentu tanpa terganggu. b.
Dapat digunakan untuk pemantauan dan analisis statistik, karena dilakukan
secara berulang di tempat yang sama.
b) Uji Adsorpsi
16
2.
Ada
2 tipe uji adsorpsi, yaitu adsorpsi statik dan dinamik. Sebagaimana namanya,
adsorpsi statik
dilakukan pada keadaan statik/diam, sedangkan adsorpsi dinamik, sebaliknya,
surfaktan diinjeksikan pada core. Kemudian diukur konsentrasinya. Jika
konsentrasi setelah proses adsorpsi berkurang banyak, maka jelas akan sangat
mengurangi kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka minyak dan
batuan.Karena berarti chemical loss yang tinggi. Hasil uji adsorpsi baik statik
maupun dinamik. Pada surfaktan S-F2 tidak dilakukan uji adsorpsi karena dari
serangkaian uji sebelumnya, surfaktan ini menunjukkan performance yang kurang
bagus. Surfaktan S-A2 menunjukkan adsorpsi terkecil dibanding lainnya. Dari
semua uji yang sudah dilakukan terhadap surfaktan, surfaktan S-F1 dan S-A2
dianggap lebih bagus dibanding lainnya dan pada keduanya akan dilakukan uji
lebih lanjut dengan dicampur polimer.Korelasi antara permeabilitas terhadap
porositas pada batuan
Untuk menyajikan sifat petrofisik batuan, dilakukan analisa laboratorium yang
terdiri dari analisa core rutin dan analisa core spesial. Yang termasuk dalam
analisa core rutin adalah pengukuran porositas dan permeabilitas absolut,
sedangkan yang termasuk analisa core spesial adalah pengukuran tekanan kapiler
versus saturasi air, permeabilitas relatif, factor sementasi dan sebagainya.
Ada beberapa penulis yang membuat korelasi empiris antara tekanan kapiler
dengan permeabilitas absolut3,4). Dan ada pula yang menghubungkan antara
porositas dan permeabilitas
absolut dengan kenampakan kurva tekanan kapiler 1,2). Dari penulis-penulis tersebut,
maka dicoba untuk membuat suatu hubungan antara porositas dan permeabilitas
absolute
Korelasi antara permeabilitas absolut dengan porositas sudah banyak dilakukan,
yaitu dengan membuat plot log k (permeabilitas) dengan f (porositas). Dengan
menggunakan pendekatan tersebut, ada yang memberikan korelasi yang baik dan ada
pula yang tidak. Oleh sebab itu dibuat dengan menambah vareabel lain yaitu
kurva tekanan kapiler versus saturasi air. Sebagai acuan dalam penyusunan
vareabelvareabel tersebut digunakan persamaan Purcell. Sebagai data masukan
diperlukan beberapa core yang sudah diketahui porositas, permeabilitas dan
kurva tekanan kapiler versus saturasi air dalam suatu lapisan, Kemudian disusun
hubungan variabel-variabel didalamnya. Dari hubungan permeabilitas absolut
dengan data tekanan kapiler didapat faktor litologi batuan. Variabel tersebut
kemudian digunakan untuk mengkorelasi antara permeabilitas absolut
denganporositas.
Korelasi Purcell
Jika ditinjau suatu pipa yang mempunyai panjang L, dan jarijari R, dan fluida
yang mengalir mempunyai viscositas m, maka menurut Poiseuille’s dapat
diformulasikan :
Proses perhitungan
Prosedur Kerja
Persiapan Sampel
Sebelum dilakukan analisa tekanan kapiler, sampel sebaiknya diukur terlebih
dahulu porositas dan permeabilitasnya. Karena setelah diukur tekanan kapilernya
dengan metode injeksi merkuri sampel batuan akan rusak. Mula-mula sampel harus
dibentuk dulu berupa silinder (plug berukuran garis tengah 2,5 cm dengan
panjang lebih kurang 3 cm dengan cara di bor). Sampel kemudian dicuci dengan
toluena dan dikeringkan. Setelah kering sampel tersebut diukur porositas dan
permeabilitasnya. Sebaiknya alat ukur yang digunakan tidak merusak sampel
sehingga untuk analisa injeksi merkuri dapat dilakukan.
Prinsip Kerja
Penggunaan injeksi merkuri ini didasari bahwa tekanan kapiler dalam batuan
sangat dipengaruhi terutama oleh diameter pori-pori batuan dan tegangan antar
muka fluida yang mengisinya. Merkuri yang diinjeksikan ke dalam batuan, akan
mempunyai karakteristik yang dapat dilihat dari kurva injeksi. Pada tekanan
rendah merkuri memasuki pori-pori yang diameternya lebih besar dan untuk
selanjutnya pori-pori yang lebih kecil sampai akhirnya pada tekanan maksimum
walaupun tekanan ditambah merkuri tidak bisa memasuki sisa-sisa pori-pori yang
ada.
17
3.
Dari
uraian di atas dan data yang tersedia maka dapat disimpulkan :
1. Untuk mendapatkan korelasi porositas dari permeabilitas dalam suatu lapangan
diperlukan beberapa sampel batuan yang dapat mewakili lapangan tersebut.
2. Dari data tekanan kapiler versus saturasi air dapat ditentukan konstanta
faktor lotologi batuan, yangkemudian digunakan untuk mengkorelasi porositas
dari permeabilitas.
3. Dari hasil percobaan ternyata korelasi porositas dari permeabilitas, secara
statistik memberikan random error sebesar 0.95.
4.
II.
Sifat
Massa Batuan
1. Heterogen :
• Mineralogis : jenis mineral pembentuk batuan yang berbeda-beda.
• Butiran padatan :Ukuran dan bentuk
berbeda-beda.
• Void : ukuran, bentuk, penyebaran berbeda-beda.
2. Anisotrop :
Mempunyai sifat yang berbeda-beda pada arah yang berbeda.
3. Diskontinu :
Massa batuan selalu memiliki unsur struktur geologi yang mengakibatkannya tidak
kontinu seperti karena kekar, sesar, retakan, fissure, bidang perlapisan.
Struktur geologi ini cenderung “memperlemah” kondisi massa batuan.
Bidang – bidang rekayasa disiplin
mekanika batuan berperan penting dalam :
- Rekayasa pertambangan : penentuan metode penggalian
(rock cutting),pemboran &peledakan batuan, stabilitas timbunan
overburden, stabilitas timbunan overburden, stabilitas terowongan &
lombong(stoping).
- Industri minyak bumi : pemboran oil drilling, rock
fracturing.
- Rekayasa sipil : pondasi jembatan & gedung
bertingkat, underground storage, tunnel dangkal dan dalam, longsoran
lereng batu, pelabuhan, airport, bendungan dsb.
- Lingkungan hidup ; rock fracturing kaitannya dengan
migrasi polutan akibat limbah industri.
18
Interaksi fungsional dalam rekayasa
pertambangan. Bertujuan utk mengembangkan suatu skedul produksi & biaya
yang berkesinambungan untuk operasi penambangan.
Mekanika batuan mempelajari :
1) Mekanisme deformasi
kristal-kristal mineral yang mengalami tekanan tinggi pada temperatur tinggi
2) Perilaku triaksial batuan
di laboratorium
3) Stabilitas dinding
terowongan, bahkan :
4) Mekanisme
pergerakan-pergerakan kerak bumi sendiri, dalam hal ini jelas geologi berperan,
antara lain material-material yang terlibat :
- masa batuan yang keberadaannya
tidak terlepas dari lingkungan geologi atau dihasilkan dari
lingkungan geologi
- karakter fisiknya, yang merupakan
fungsi dari cara terjadinya dan dari semua proses yang terlibat
- stabilitas dinding terowongan,
bahkan
- sejarah geologi pada lokasi
kejadianSifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan
•Sifat Fisik batuan , misalnya :
Berat isi ; Specific Gravity , Porositas , Absorbsi , Void ratio.
•Sifat Mekanik Batuan misalnya :
Kedua sifat tersebut dapat
ditentukan di laboratorium , maupun dilapangan ( insitu-test )
Uji Sifat Mekanik Di Lapangan
:
1.Rock loading test ( Jacking test )
2.Block Shear test
3.In situ Triaxial compression test
Uji Sifat Mekanik Di Laboratorium :
2.Pengujian Kuat Tarik ( Indirect
tensile strength test )
3.Point Load test ( tes Franklin )
4.Pengujian Triaxial
5.Punch Shear test
7.Ultrasonic Velocity Test
19
Macam – Macam Penimbangan Contoh
Batuan :
1.Berat contoh batuan asli
(Natural) : Wn
2.Berat contoh kering ( sesudah
dimasukkan dalam oven 90 derajat Celcius selama 24 jam ) : Wo
3.Berat contoh jenuh ( sesudah
direndam dalam air selama 24 jam ) : Ww
4.Berat contoh jenuh + berat air +
berat bejana : Wa
5.Berat contoh jenuh tergantung
dalam air + berat air + berat bejana : Wb
6.Berat contoh jenuh dalam air
: Ws = ( Wa – Wb )
7.Volume contoh total = Ww –
Ws
8.Volume Contoh tanpa
pori-pori = Wo – Ws
Perencanaan dan Perancangan TambangGeologi Mekanika
Pertambangan BatuanKomponen ; urutan
program Mekanika Batuan untuk pertambangan.
• Karakteristik Lokasi Penentuan sifat – sifat hidromekanika dari massa batuan
induk yg akan disambung.
• Perumusan model tambang Konseptualisasi data karakterisasi lokasi.
• Analisis Rancangan. Pemilihan & aplikasi metode matematika &
Komputasional untuk mengkaji beberapa tata letak dan strategi tambang.
• Pemantauan kinerja batuan, pengukuran respons massa batuan akibat operasi
penambangan.
• Analisis Retrospektif Kuantifikasi sifat massa batuan insitu &
identifikasi bentuk respon dominan dari struktur tambang.
- Terhadap karakteristik lokasi tidak pernah menghasilkan data yang cukup
komprenhensif yang dapat dipakai untuk merencanakan seluruh umur tambang.
- Rancangan tambang adalah proses evolutif dimana respons rekayasa dirumuskan
untuk mencerminkan kinerja struktur tambang pada kondisi.
20
PENUTUP
Demikian yang dapat kami
paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan saran untuk membangun penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA